Ilustrasi Hilal 1432 H |
Hal ini disampaikan oleh peneliti senior Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Thomas Djamaluddin kepada Republika di Jakarta, Ahad (21/8)
Bagi kalangan yang menggunakan kriteria wujudul hilal (hilal wujud di atas ufuk dengan prinsip wilayatul hukmi Indonesia), maka dipastikan Idul Fitri jatuh pada tanggal 30/8 .
Namun, bagi kalangan yang memakai kriteria visibilitas hilal (imkan rukyat), maka besar kemungkinan berhari raya pada 31/8. Pasalnya, ketinggian bulan pada 29/8 kurang dari 2 derajat sehingga tak memungkinkan hilal terlihat dengan mata telanjang.
Sementara, batas bulan menurut kriteria tersebut mesti berada pada di atas 2 derajat. “Jadi berpotensi berbeda,” katanya. Perbedaan itu, kata Thomas, tidak mustahil akan terulang di masa mendatang selama tidak ada kesepakatan tentang kriteria itu.
Nahdlatul Ulama belum menetapkan awal Syawwal 1432 H. Penetatapan Idul Fitri dilakukan menunggu hasil rukyat yang digelar oleh NU pada 29 Agustus mendatang.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Lajnah Falakiyyah Nahdlatul Ulama (NU), Ghazalie Masroerie. “Belum kita masih menunggu hasil rukyat,”katanya kepada Republika di Jakarta, Ahad (21/8)
Ghazalie mengatakan hasil rukyat tersebut akan disampaikan sebagai bahan rujukan dalam sidang istbat oleh pemerintah. NU sendiri akan menetapkan dan mengikhbarkan setelah mengetahui hasil sidang tersebut.
Ghazalie juga meminta semua pihak agar tak mengaitkan perbedaan berpuasa atau berhari raya dengan dua kutub ormas besar, NU dan Muhammadiyah. Opini seakan mengesankan kedua kubu itu berselisih akibat Ramadhan dan Syawwal berbeda, misalnya.
Padahal, perbedaan yang terjadi tidak bersifat institusional, melainkan perbedaan terdapat pada metode dan kriteri penentuan hilal.
Sumber : republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar