Tampilkan postingan dengan label Islami. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islami. Tampilkan semua postingan

23 Agustus 2011

Peta Mudik 2011 Jawa Bali Sumatra

Untuk yang membutuhkan Peta Mudik 2011 untuk Jawa, Bali dan Sumatra bisa mendapatkannya disini
Versi PDF
http://www.cybermap.co.id/download/2011/Peta-Mudik-Jawa-Bali-CBN.pdf
http://www.cybermap.co.id/download/2010/Peta-Mudik-Sumatera-CBN.pdf

Versi JPEG
Jawa-Bali

http://www.cybermap.co.id/download/2011/CBN-Jawa-Bali-1.jpg
http://www.cybermap.co.id/download/2011/CBN-Jawa-Bali-2.jpg
http://www.cybermap.co.id/download/2011/CBN-Jawa-Bali-3.jpg

Sumatra

http://www.cybermap.co.id/download/2011/CBN-Sumatera-1.jpg
http://www.cybermap.co.id/download/2011/CBN-Sumatera-2.jpg
http://www.cybermap.co.id/download/2011/CBN-Sumatera-3.jpg


Lokasi Distribusi Peta Mudik 2011 bisa dilihat disini:
http://cybermap.co.id/download/2011/Lokasi-Distribusi-baru.pdf

Sumber : cybermap.co.id
Selengkapnya

22 Agustus 2011

Penetapan 1 Syawal 1432 H Berpotensi Berbeda, NU Belum Tetapkan 1 Syawal

Ilustrasi Hilal 1432 H
Perayaan 1 Syawal 1432 H berpotensi berbeda. Perbedaan itu dipicu oleh penggunaan kriteria hilal yang barbeda sebagai acuan penetapan awal bulan tersebut.
Hal ini disampaikan oleh peneliti senior Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Thomas Djamaluddin kepada Republika di Jakarta, Ahad (21/8)
Bagi kalangan yang menggunakan kriteria wujudul hilal (hilal wujud di atas ufuk dengan prinsip wilayatul hukmi Indonesia), maka dipastikan Idul Fitri jatuh pada tanggal 30/8 .
Namun, bagi kalangan yang memakai kriteria visibilitas hilal (imkan rukyat), maka besar kemungkinan berhari raya pada 31/8. Pasalnya, ketinggian bulan pada 29/8 kurang dari 2 derajat sehingga tak memungkinkan hilal terlihat dengan mata telanjang.
Sementara, batas bulan menurut kriteria tersebut mesti berada pada di atas 2 derajat. “Jadi berpotensi berbeda,” katanya. Perbedaan itu, kata Thomas, tidak mustahil akan terulang di masa mendatang selama tidak ada kesepakatan tentang kriteria itu.
Nahdlatul Ulama belum menetapkan awal Syawwal 1432 H. Penetatapan Idul Fitri dilakukan menunggu hasil rukyat yang digelar oleh NU pada 29 Agustus mendatang.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Lajnah Falakiyyah Nahdlatul Ulama (NU), Ghazalie Masroerie. “Belum kita masih menunggu hasil rukyat,”katanya kepada Republika di Jakarta, Ahad (21/8)
Ghazalie mengatakan hasil rukyat tersebut akan disampaikan sebagai bahan rujukan dalam sidang istbat oleh pemerintah. NU sendiri akan menetapkan dan mengikhbarkan setelah mengetahui hasil sidang tersebut.
Ghazalie juga meminta semua pihak agar tak mengaitkan perbedaan berpuasa atau berhari raya dengan dua kutub ormas besar, NU dan Muhammadiyah. Opini seakan mengesankan kedua kubu itu berselisih akibat Ramadhan dan Syawwal berbeda, misalnya.
Padahal, perbedaan yang terjadi tidak bersifat institusional, melainkan perbedaan terdapat pada metode dan kriteri penentuan hilal.

Sumber : republika.co.id
Selengkapnya

13 Agustus 2011

Efek Puasa Terhadap Otak Manusia

Ada anggapan berpuasa membuat orang lemas hingga orang berpuasa akan semakin malas berpikir atau dengan kata lain membuat orang semakin bodoh. Namun ternyata fakta itu tidak benar.
Menurut Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara, Prof Ahmad Fadil berpuasa sebenarnya membuat seseorang semakin cerdas. Hal itu diungkapkannya saat memberikan tausiyah pada acara buka puasa bersama di Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Jalan AH Nasution, Medan belum lama ini.
Menurut Ahmad Fadil, berdasarkan hasil penelitian, orang lapar orang lebih cerdas dibanding orang yang tidak lapar. "Itu mengapa orang yang tinggal di negerinya sendiri tidak lebih sukses dibanding yang merantau," ujarnya.
Bagi perantau tantangan hidupnya lebih besar. Pada saat banyak tantangannya, otak akan bekerja lebih keras dan akan menjadi lebih cerdas. "Sehingga salah kalau berpendapat kalau puasa makin bodoh, sebenarnya kenyanglah yang membuat orang jadi bodoh, karena cenderung malas," ungkapnya.
Ia pun mengajak para jamaah buka puasa bersama untuk lebih memaksimalkan akalnya pada saat berpuasa untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Serta berharap puasa yang hanya tersisa dua puluh hari lagi tidak disia-siakan.

Sumber: Tribun News
Selengkapnya

12 Agustus 2011

Tips Berpacaran Halal dan Tak Ganggu Puasa


Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Dumai, Riau, Roza`i Akbar berpendapat bahwa hubungan spesial antara pria dan wanita lajang atau yang sering dikenal dengan sebutan berpacaran, sangat rentan terhadap berbuatan dosa.

Hal tersebut menurutnya juga dapat menganggu ibadah puasa umat muslim di Bulan Suci Ramadhan 1432 Hijriyah. "Tidak pun membatalkan, namun pahala atas ibadah puasa seseorang itu dapat berkurang tanpa disadari," kata Roza`i di Dumai, Jumat.

Agar terhindar dari hal-hal yang berpotensi mengurangi pahala bahkan membatalkan ibadah puasa, Roza`i memberikan beberapa tips berpacaran yang halal dan tidak mengganggu ibadah puasa.

Yang pertama yakni menjaga pandangan. Secara tidak langsung, pandangan seseorang terhadap lawan jenisnya dapat membatalkan puasa apabila telah mempengaruhi fikiran hingga "menusuk" ke dalam dunia khayal yang berpotenasi memunculkan nafsu birahi, terutama bagi para pria.

Usahakan mengajak serta pihak ketiga ketiga saat bersama lawan jenis. Orang ketiga tersebut menurut pakar agama ini diharapkan mampu memberikan batasan secara tidak langsung terhadap pasangan yang tengah menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.

Yang ketiga jangan berpacaran di tempat gelap atau di tempat sepi. Hal ini menurut Roza`i juga tidak kalah penting mengingat suasana atau lingkungan yang mendukung dapat memunculkan hasrat atau keinginan seseorang untuk berbuat haram termasuk perzinahan.

Selanjutnya yang terakhir, pasangan harus dapat mengendalikan hawa nafsu untuk menahan libido atau gairah seksual.

"Jika upaya ini dapat terlaksana dan dijalankan dengan baik, maka berpacaran dapat tetap dilakukan tanpa harus mengganggu atau membatalkan puasa," kata Roza`i Akbar.

Menurut Roza`i, istilah berpacaran masa kini sangat identik dengan kawula muda atau remaja, dimana sebuah kecendrungan hubungan antarkeduanya dapat "berbuah" dosa.

"Salah satu ciri remaja yang menonjol adalah rasa senang kepada lawan jenis disertai keinginan untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai menaruh keinginan mendalam terhadap lawan jenisnya hingga memancing munculnya gejolak atau hasrat seksual," kata Roza`i.

Istilah Pacaran

Istilah berpacaran tidak ada dalam Islam.

Berpacaran menurut Roza`i adalah sebutan bagi seseorang atau dua orang berlainan jenis yang belum mengikat perkawinan, namun hubungan keduanya sudah sangat dekat sehingga rentan zinah.

"Namun istilah ini mungkin hanya ada di dunia barat, tidak bagi dunia atau negara timur yang lebih didominasi kalangan dan nuansa Islam dalam kehidupan sehari-harinya," kata dia.

Dalam ajaran Islam sendiri, menurut Roza`i, rasa saling menyayangi sangat dianjurkan bahkan diwajibkan.

Namun istilahnya menurut Roza`i yakni "khitbah" atau meminang.

"Ketika seorang laki-laki menyukai seorang perempuan, maka ia harus mengkhitbahnya dengan maksud akan menikahinya pada waktu dekat," jelasnya.

Walau demikian, selama masa khitbah, lanjut Roza`i, keduanya juga harus saling menjaga agar tidak melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam Islam, seperti berduaan, memperbincangkan aurat, menyentuh, mencium, memandang dengan nafsu, dan melakukan tindakan selayaknya suami istri.

Perbedaan "Kitbah"

Menurut Roza`i, ada perbedaan yang mencolok antara pacaran dengan khitbah. Pacaran tidak berkaitan dengan perencanaan pernikahan, sedangkan khitbah merupakan tahapan untuk menuju pernikahan.

Kendati demikian, antara keduanya juga memiliki persamaan, yakni merupakan hubungan percintaan antara dua insan berlainan jenis yang tidak dalam ikatan perkawinan.

Keduanya menurut Roza`i, akan terkait dengan bagaimana orang mempraktikkannya. Jika selama masa khitbah pergaulan antara laki- laki dan perempuan melanggar batas-batas yang telah ditentukan Islam, maka menurut Roza`i itu pun haram.

"Demikian juga pacaran, jika orang dalam suatu pertemuan melakukan hal-hal yang dilarang oleh Islam, maka hal itu juga haram," kata Roza`i.

Roza`i mengingatkan, pada suatu kegiatan rutin yang sepertinya telah mentradisi di Kota Dumai setiap tahunnya, yakni "Asmarah Subuh" di Bulan Ramadhan, bisa dibenarkan selagi maksud dan tujuannya adalah berolah raga.

"Namun ababila telah melampaui ambang batas tolaransi agama, maka Asmara Subuh yang kini identik dengan berpacaran sangat mungkin membatalkan puasa bagi umat muslim," demikian Roza`i Akbar.

Sumber : antaranews.com
Selengkapnya

Alquran dan Sains: Mekanisme Penglihatan

Oleh: DR Abdul Basith Jamal & DR Daliya Shadiq Jamal
Pada masa lalu, orang-orang berkeyakinan bahwa penglihatan terjadi sebagai akibat dari sinar yang keluar dari mata yang menimpa obyek suatu benda, sehingga benda itu dapat terlihat oleh mata. Namun setelah adanya perkembangan ilmu pengetahuan, khsususnya yang berkaitan dengan ilmu fisiologi mata, keyakinan itu, dipastikan keliru.
Penelitian yang dilakukan berdasarkan analisa organ mata membuktikan bahwa penglihatan tidak hanya terjadi sebagai akibat dari cahaya yang keluar dari mata dan jatuh menimpa obyek suatu benda, tapi juga didasarkan pada sinar yang dipantulkan oleh obyek tersebut kepada mata.
Proses pemantulan sinar itu, dalam setiap gelombang sinarnya, berlangsung berdasarkan salah satu warna dari tujuh warna pembentuk sinar matahari, yaitu merah, biru, kuning, violet, oranye, hijau dan biru. Tanpa bantuan sinar matahari proses penglihatan tidak bisa dilakukan.
Karenanya, sinar matahari merupakan unsur terpenting bagi proses penglihatan. Dalam keadaan gelap gulita, seseorang tidak dapat melihat sesuatu, karena gelombang atau radiasi warna sinar matahari tidak dapat tertangkap oleh retina, sehingga mata tidak dapat mengambil sinar tersebut untuk melihat obyek benda yang ada di hadapannya.
Atas dasar ini, para ilmuwan berusaha untuk menemukan solusi atas problema ini, dengan meniru sistem penerangan di alam semesta, yaitu dengan menciptakan sistem penyinaran pengganti sinar matahari, sehingga ketika sinar matahari tidak terlihat, manusia masih dapat melihat dengan bantuan sinar buatan tersebut. Dan sebagai hasil dari usaha mereka, kita mendapatkan beragama jenis alat penyinaran, seperti beragam lampu listrik yang diciptakan berdasarkan teknologi tinggi.
Dengan adanya sinar buatan ini atau sinar matahari, proses penglihatan pun bisa terus berlangsung. Secara singkat, proses penglihatan terjadi, ketika suatu sinar yang membawa sinyal dari suatu obyek benda menimpa retina mata dan menggerakkan protein yang terdapat di permukaannya.
Oleh protein ini, sinyal tersebut dikirim melalui sel saraf penglihatan ke pusat saraf penglihatan yang terdapat di otak untuk menerjemahkan sinyal yang diterimanya dalam bentuk perintah yang harus dikerjakan oleh organ tubuh, sebagai respon atas sinyal tersebut.
Tentang hakikat dari mekanisme penglihatan ini dan peranan penting sinar matahari, belum diketahui oleh orang-orang, kecuali setelah adanya kemajuan di bidang fisiologi mata pada era sains ini. Padahal Alquran telah memberikan petunjuknya tentang hal ini, sejak 14 abad yang lalu.
Dalam surah Al-Israa ayat 12, Allah SWT berfirman: "Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu (sinar) yang menerangi."
Ungkapan yang menyatakan bahwa siang berfungsi untuk memberikan penerangan dalam firman Allah "dan Kami jadikan tanda siang itu (sinar) yang menerangi" menegaskan hal di atas. Sebagai buktinya, kita dapatkan penggunaan kata subyek ‘mubshir’ yang mengandung arti bahwa siang adalah sumber bagi sinar tersebut.
Tentunya hal ini tidak bertentangan dengan peranan besar yang dimiliki mata dalam proses penglihatan. Karena mata inilah yang menerima dan menangkap sinar yang jatuh dan mengantarkan sinyalnya ke pusat saraf penglihatan yang terdapat di otak melalui sel-sel saraf penghantar. Dalam surah Al-Haaqah ayat 38-39, Allah SWT berfirman: "Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. Dan dengan apa yang tidak kamu lihat."
Kalau kita perhatikan, ayat di atas merupakan bukti kuat bagi peranan penting yang dimiliki mata dalam proses penglihatan. Disamping juga merupakan bukti bahwa mata memiliki kemampuan untuk menerima sinar yang ditangkap oleh retinanya, sehingga ia dapat melihat. Sebagaimana yang dimaksud oleh bagian ayat: "dengan apa yang kamu lihat".
Sekaligus bukti bahwa mata tidak mampu untuk menangkap jenis sinar yang lain, yang terlalu kuat atau terlalu lemah, sehingga ia tidak mampu untuk melihat. Ini sesuai dengan bagian ayat yang terakhir: "Dan dengan apa yang tidak kamu lihat."
Selengkapnya

KEUTAMAAN SURAT-SURAT AL-QUR`AN

Dibulan Ramadhan seperti sekarang ini kita sangat dianjurkan untuk banyak-banyak Tadarus Al-quran. Berikut beberapa keutamaan Alquran yang saya kutip dari www.almuyassar.com

1. Diriwayatkan dari Utsman bin Affan radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sesungguhnya beliau bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al- Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. al-Bukhari).
2. Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang membaca al-Qur`an sedangkan dia mahir mela kukannya, kelak akan bersama para malaikat yang mulia lagi baik.Sedangkan orang yang membaca al-Qur`an, tetapi dia tidak mahir,membacanya tertegun-tegun dan tampak berat lidahnya (belum lancar), dia akan mendapat dua pahala.” (Muttafaq ‘alaih).
3. Diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang mukmin yang membaca al-Qur`an adalah seperti buah Utrujjah yang baunya harum dan rasanya enak. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca al-Qur`an seperti buah Kurma yang tidak berbau sedang rasanya enak dan manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca al-Qur`an adalah seperti Raihanah yang baunya harum sedang rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca al-Qur`an adalah seperti hanzhalah yang tidak berbau sedang rasanya pahit.” (Muttafaq ‘alaih).
4. Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengangkat derajat beberapa golongan manusia dengan Kitab ini (al-Qur`an) dan merendahkan derajat golongan lainnya.” (Muttafaq ‘alaih).
5. Diriwayatkan dari Ibnu Umar rahimahullah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh iri kecuali pada dua hal: yaitu seseorang yang diberi Allah pengetahuan tentang al-Qur`an dan dia mengamalkannya sepanjang malam dan siang; dan seseorang yang dianugerahi Allah harta, kemudian dia menafkahkannya sepanjang malam dan siang.” (Muttafaq ‘alaih).
6. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa membaca satu huruf Kitab Allah, maka dia mendapat pahala satu kebaikan sedangkan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim satu huruf, tetapi Alif satu huruf dan Lam satu huruf serta Mim satu huruf.” (HR. at-Tirmidzi dan ia berkata, “Hadits hasan shahih”).
7. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas rahimahullah, ia berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang tidak terdapat dalam rongga badannya sesuatu dari al-Qur`an adalah seperti rumah yang roboh.” (HR. at-Tirmidzi dan ia berkata, “Hadits hasan shahih”).

Sumber : http://www.almuyassar.com/3038/keutamaan-surat-surat-al-quran/
Selengkapnya

JENIS KELAMIN BAYI

Hingga baru-baru ini, diyakini bahwa jenis kelamin bayi ditentukan oleh sel-sel ibu. Atau setidaknya, dipercaya bahwa jenis kelamin ini ditentukan secara bersama oleh sel-sel lelaki dan perempuan. Namun kita diberitahu informasi yang berbeda dalam Al Qur`an, yang menyatakan bahwa jenis kelamin laki-laki atau perempuan diciptakan "dari air mani apabila dipancarkan".
"Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita, dari air mani, apabila dipancarkan." (Al Qur`an, 53:45-46)
Cabang-cabang ilmu pengetahuan yang berkembang seperti genetika dan biologi molekuler telah membenarkan secara ilmiah ketepatan informasi yang diberikan Al Qur`an ini. Kini diketahui bahwa jenis kelamin ditentukan oleh sel-sel sperma dari tubuh pria, dan bahwa wanita tidak berperan dalam proses penentuan jenis kelamin ini.
Kromosom adalah unsur utama dalam penentuan jenis kelamin. Dua dari 46 kromosom yang menentukan bentuk seorang manusia diketahui sebagai kromosom kelamin. Dua kromosom ini disebut "XY" pada pria, dan "XX" pada wanita. Penamaan ini didasarkan pada bentuk kromosom tersebut yang menyerupai bentuk huruf-huruf ini. Kromosom Y membawa gen-gen yang mengkode sifat-sifat kelelakian, sedangkan kromosom X membawa gen-gen yang mengkode sifat-sifat kewanitaan.
Pembentukan seorang manusia baru berawal dari penggabungan silang salah satu dari kromosom ini, yang pada pria dan wanita ada dalam keadaan berpasangan. Pada wanita, kedua bagian sel kelamin, yang membelah menjadi dua selama peristiwa ovulasi, membawa kromosom X. Sebaliknya, sel kelamin seorang pria menghasilkan dua sel sperma yang berbeda, satu berisi kromosom X, dan yang lainnya berisi kromosom Y. Jika satu sel telur berkromosom X dari wanita ini bergabung dengan sperma yang membawa kromosom Y, maka bayi yang akan lahir berjenis kelamin pria.
Dengan kata lain, jenis kelamin bayi ditentukan oleh jenis kromosom mana dari pria yang bergabung dengan sel telur wanita.
Tak satu pun informasi ini dapat diketahui hingga ditemukannya ilmu genetika pada abad ke-20. Bahkan di banyak masyarakat, diyakini bahwa jenis kelamin bayi ditentukan oleh pihak wanita. Inilah mengapa kaum wanita dipersalahkan ketika mereka melahirkan bayi perempuan.
Namun, tiga belas abad sebelum penemuan gen manusia, Al Qur`an telah mengungkapkan informasi yang menghapuskan keyakinan takhayul ini, dan menyatakan bahwa wanita bukanlah penentu jenis kelamin bayi, akan tetapi air mani dari pria.

Sumber : quranterjemah.com
Selengkapnya

11 Agustus 2011

Tips Hebat Menghapal Al Quran di Tengah Kesibukan

"Orang yang tidak mempunyai hafalan Al Quran sedikitpun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh". (Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi dari Ibnu Abbas (2914), ia berkata hadits ini hasan sahih).


"Dari  Ali Bin Abi Thalib Karramallahu Wajhahu: "Barangsiapa membaca Al Qur'an dan menghafalnya, maka Allah akan memasukkannya kedalam surga dan memberikannya hak syafaat untuk sepuluh anggota keluarganya di mana mereka semuanya telah di tetapkan untuk masuk neraka."



Berikut adalah metode yang Alhamdulillah telah dibuktikan sendiri oleh rekan-rekan di Markaz Quran dalam kurun waktu yang belum genap setahun ini:


1. Mulailah menghafal dari Juz 30 atau juz 29 atau juz 28, setelah itu silahkan mulai dari Juz 1 dan seterusnya.

2. Gunakan Mushaf Al Qur'an Huffadzh, yakni Al Qur'an cetakan standard international, di mana setiap juz-nya rata-rata terdiri dari +/- 10 lembar (20 halaman; di mana setiap halaman maksimal terdiri dari 15 baris), usahakan istiqamah dengan satu mushaf, tapi bukanlah alasan untuk tidak menghafal ketika suatu ketika Anda lupa membawa mushaf, tetaplah menghafal meski dengan mushaf yang berbeda, ini hanya untuk lebih memudahkan Anda dengan sebuah kebiasaan.

3. Persiapkan diri dengan mengatur 5 waktu khusus untuk menghafal dalam sehari, dan kami sangat menyarankan bahwa waktu tersebut adalah setiap Anda selesai menunaikan shalat fardhu.

4. Setiap waktu tersebut, hafalkanlah 1 baris, jika hal tersebut masih terlalu berat bagi Anda maka cukup hafal setengah baris saja setiap selesai shalat fadhu, dan jika setengah baris ini masih memberatkan, kami hanya mampu menyarankan kepada Anda PERBANYAKLAH ISTIGHFAR...!!! 

(Dengan menghapal 1 baris setiap selesai shalat fardhu, berarti insyaa Allah dengan kesabaran dengan keistiqamahan, Anda akan Menghpfal seluruh Al Qur'an dalam waktu 15 tahun, dan jika Anda hanya sanggup menghapal setengah baris setiap waktu yang telah ditentukan tersebut, maka insyaa Allah dengan kesabaran dan keistiqamahan, maka Anda akan menghafal seluruh Al Qur'an dalam waktu 30 tahun, sekedar mengingatkan bahwa setidaknya INI MASIH LEBIH BAIK DARI PADA TIDAK HAPAL SAMA SEKALI).

5. Jika memungkinkan, cobalah Anda mencari sahabat atau teman yang bisa ikut menghafal bersama, sebab hal tersebut akan lebih menguatkan, boleh dari saudara, teman, istri, atau suami, namun jika tak ada satu pun maka sendiri juga insyaa Allah tidak mengapa, ANDA PASTI BISA...!!!

6. Jika Anda memiliki media yang memungkinkan untuk membantu seperti HP, MP3/MP4 Player, atau apa saja yang dilengkapi dengan fasilitas recorder & playback maka gunakanlah media tersebut, rekam suara (bacaan) Anda pada media tersebut agar Anda bisa mendengarnya di setiap kesempatan sebelum tiba waktu selanjutnya. Kegiatan ini sebagai media muraja'ah dengan pendengaran sekaligus melatih telinga kita untuk terbiasa dengan hapalan.

7. Banyak-banyak berdo'a kepada Allah 'Azza wa Jalla agar dimudahkan, diistiqamahkan untuk menghapal Al Qur'an, juga agar diberi usia, kesehatan, dan kesempatan untuk menyelesaikan cita-cita mulia ini.

8. Gunakan kesempatan Qiyam Al Layl sebagai waktu tambahan untuk memuraja'ah hafalan-hafalan Anda.



(sumber: markazquran.com)
Selengkapnya

05 Agustus 2011

Amalan-amalan Sunnah Pada Bulan Ramadhan

Selain puasa yang Allah wajibkan pada bulan Ramadhan ada berbagai amalan yang disunahkan pada bulan ini di antaranya:


1. Mengkhatamkan Al-Qur’an
Bulan Ramadhan adalah bulan Al-Quran. Pada bulan inilah Al-Qur’an pertama kali turun dari lauhul mahfuz ke langit dunia sekaligus. Allah berfirman:
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)(al baqarah: 185)


2. Shalat tarawih
Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa yang menghidupkan malam bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
Sebuah riwayat mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah shalat 11 rakaat, terkadang 13 rakaat atau kurang dari itu. Ketika ditanya tentang shalat malam beliau bersabda: “Dua rakaat dua rakaat, jika seseorang diantara kalian khawatir masuk waktu subuh hendaklah shalat satu rakaat witir.”


3. Memperbanyak doa
Orang yang berpuasa ketika berbuka adalah salah satu orang yang doanya mustajab. Oleh karenanya perbanyaklah berdoa ketika sedang berpuasa terlebih lagi ketika berbuka. Berdoalah untuk kebaikan diri kita, keluarga, bangsa, dan saudara-saudara kita sesama muslim di belahan dunia.


4. Memberi buka puasa (tafthir shaim)
Hendaknya berusaha untuk selalu memberikan ifthar (berbuka) bagi mereka yang berpuasa walaupun hanya seteguk air ataupun sebutir korma sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:" Barang siapa yang memberi ifthar (untuk berbuka) orang-orang yang berpuasa maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tanpa dikurangi sedikitpun". (Bukhari Muslim)


5. Bersedekah
Rasulullah Saw. bersabda: “Sebaik-baik sedekah adalah sedekah pada bulan Ramadhan” (HR. Tirmizi).
Dan pada akhir bulan Ramadhan Allah mewajibkan kepada setiap muslim untuk mengeluarkan zakat fitrah sebagai penyempurna puasa yang dilakukannya.


6. I’tikaf
I’tikaf adalah berdiam diri di masjid untuk beribadah kepada Allah. I’tikaf disunahkan bagi laki-laki dan perempuan; karena Rasulullah Saw. selalu beri’tikaf terutama pada sepuluh malam terakhir dan para istrinya juga ikut I’tikaf bersamanya. Dan hendaknya orang yang melaksanakan I’tikaf memperbanyak zikir, istigfar, membaca Al-Qur’an, berdoa, shalat sunnah dan lain-lain.


7. Umroh
Ramadhan adalah waktu terbaik untuk melaksanakan umrah, karena umroh pada bulan Ramadhan memiliki pahala seperti pahala haji bahkan pahala haji bersama Rasulullah Saw. Beliau bersabda: “Umroh pada bulan Ramadhan seperti haji bersamaku.”


8. Memperbanyak berbuat kebaikan
Bulan Ramadhan adalah peluang emas bagi setiap muslim untuk menambah ‘rekening’ pahalanya di sisi Allah. Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi dikatakan bahwa amalan sunnah pada bulan Ramadhan bernilai seperti amalan wajib dan amalan wajib senilai 70 amalan wajib di luar Ramadhan. Raihlah setiap peluang untuk berbuat kebaikan sekecil apapun meskipun hanya ‘sekedar’ tersenyum di depan orang lain. Ciptakanlah kreasi dan inovasi dalam berbuat kebaikan agar saldo kebaikan kita terus bertambah.
“dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.”

Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa memanfaatkan momentum Ramadhan untuk merealisasikan ketakwaan diri kita dan bisa meraih predikat “bebas dari neraka.” Amin
Wakullu Am wa Antum bikhair

Sumber : http://alumningruki.bestgoo.com/t33-amalan-amalan-sunnah-pada-bulan-ramadhan
Selengkapnya

Sahkah Puasa Tetapi Tidak Shalat?

Tidak sedikit kita saksikan di tengah-tengah kaum muslimin, ketika menjalani puasa, masih ada saja yang meninggalkan shalat. Mereka sangka bahwa shalat dan puasa adalah ibadah tersendiri. Jika salah satu ditinggalkan, maka dikira tidak berpengaruh pada yang lainnya. Di sini kami akan buktikan bahwa shalat pun jika ditinggalkan dapat mempengaruhi puasa. Bahkan puasa tersebut bisa rusak jika seseorang meremehkan perkara shalat. Simak dalam beberapa fatwa ulama berikut ini.

Hukum Berpuasa Namun Meninggalkan Shalat

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin -rahimahullah- pernah ditanya : Apa hukum orang yang berpuasa namun meninggalkan shalat?

Beliau rahimahullah menjawab, “Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan shalat adalah kafir dan murtad. Dalil bahwa meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta’ala,

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At Taubah [9] : 11)
Alasan lain adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 82)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani)

Pendapat yang mengatakan bahwa meninggalkan shalat merupakan suatu kekafiran adalah pendapat mayoritas sahabat Nabi bahkan dapat dikatakan pendapat tersebut adalah ijma’ (kesepakatan) para sahabat.
‘Abdullah bin Syaqiq –rahimahullah- (seorang tabi’in yang sudah masyhur) mengatakan, “Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amalan yang apabila seseorang meninggalkannya akan menyebabkan dia kafir selain perkara shalat.” [Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari ‘Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy ,seorang tabi’in. Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52, -pen]
Oleh karena itu, apabila seseorang berpuasa namun dia meninggalkan shalat, puasa yang dia lakukan tidaklah sah (tidak diterima). Amalan puasa yang dia lakukan tidaklah bermanfaat pada hari kiamat nanti.
Oleh sebab itu, kami katakan, “Shalatlah kemudian tunaikanlah puasa”. Adapun jika engkau puasa namun tidak shalat, amalan puasamu akan tertolak karena orang kafir (karena sebab meninggalkan shalat) tidak diterima ibadah dari dirinya.

[Sumber: Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin, 17/62, Asy Syamilah]

Selengkapnya telusuri artikel berikut:
http://rumaysho.com/hukum-islam/puasa/2648-sahkah-puasa-tetapi-tidak-sholat-.html
Selengkapnya

Memahami Allah Maha Pemberi Rizki


Kita telah mengetahui bahwa Allah satu-satunya pemberi rizki. Rizki sifatnya umum, yaitu segala sesuatu yang dimiliki hamba, baik berupa makanan dan selain itu. Dengan kehendak-Nya, kita bisa merasakan berbagai nikmat rizki, makan, harta dan lainnya. Namun mengapa sebagian orang sulit menyadari sehingga hatinya pun bergantung pada selain Allah. Lihatlah di masyarakat kita bagaimana sebagian orang mengharap-harap agar warungnya laris dengan memasang berbagai penglaris. Agar bisnis komputernya berjalan mulus, ia datang ke dukun dan minta wangsit, yaitu apa yang mesti ia lakukan untuk memperlancar bisnisnya dan mendatangkan banyak konsumen. Semuanya ini bisa terjadi karena kurang menyadari akan pentingnya aqidah dan tauhid, terurama karena tidak merenungkan dengan baik nama Allah “Ar Rozzaq” (Maha Pemberi Rizki).
Allah Satu-Satunya Pemberi Rizki
Sesungguhnya Allah adalah satu-satunya pemberi rizki, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal itu. Karena Allah Ta’ala berfirman,
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi?” (QS. Fathir: 3)
“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?” Katakanlah: “Allah.” (QS. Saba’: 24)
Tidak ada yang berserikat dengan Allah dalam memberi rizki. Oleh karena itu, tidak pantas Allah disekutukan dalam ibadah, tidak pantas Allah disembah dan diduakan dengan selain. Dalam lanjutan surat Fathir, Allah Ta’ala berfirman,
“Tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah; maka mengapakah engkau bisa berpaling (dari perintah beribadah kepada Allah semata)?” (QS. Fathir: 3)
Selain Allah sama sekali tidak dapat memberi rizki. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberikan rezki kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi, dan tidak berkuasa (sedikit juapun).” (QS. An Nahl: 73)
Seandainya Allah menahan rizki manusia, maka tidak ada selain-Nya yang dapat membuka pintu rizki tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathir: 2). Itu memang benar, tidak mungkin ada yang dapat memberikan makan dan minum ketika Allah menahan rizki tersebut.
Allah Memberi Rizki Tanpa Ada Kesulitan
Allah memberi rizki tanpa ada kesulitan dan sama sekali tidak terbebani. Ath Thohawi rahimahullah dalam matan kitab aqidahnya berkata, “Allah itu Maha Pemberi Rizki dan sama sekali tidak terbebani.” Seandainya semua makhluk meminta pada Allah, Dia akan memberikan pada mereka dan itu sama sekali tidak akan mengurangi kerajaan-Nya sedikit pun juga. Dalam hadits qudsi disebutkan, Allah Ta’ala berfirman,
“Wahai hamba-Ku, seandainya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang belakangan serta semua jin dan manusia berdiri di atas bukit untuk memohon kepada-Ku, kemudian masing-masing Aku penuh permintaannya, maka hal itu tidak akan mengurangi kekuasaan yang ada di sisi-Ku, melainkan hanya seperti benang yang menyerap air ketika dimasukkan ke dalam lautan.” (HR. Muslim no. 2577, dari Abu Dzar Al Ghifari). Mengenai hadits ini, Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hadits ini memotivasi setiap makhluk untuk meminta pada Allah dan meminta segala kebutuhan pada-Nya.”[1]
Dalam hadits dikatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah Ta’ala berfirman padaku, ‘Berinfaklah kamu, niscaya Aku akan berinfak (memberikan ganti) kepadamu.’ Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pemberian Allah selalu cukup, dan tidak pernah berkurang walaupun mengalir siang dan malam. Adakah terpikir olehmu, sudah berapa banyakkah yang diberikan Allah sejak terciptanya langit dan bumi? Sesungguhnya apa yang ada di Tangan Allah, tidak pernah berkurang karenanya.” (HR. Bukhari no. 4684 dan Muslim no. 993)
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata, “Allah sungguh Maha Kaya. Allah yang memegang setiap rizki yang tak terhingga, yakni melebihi apa yang diketahui setiap makhluk-Nya.”[2]
Allah Menjadikan Kaya dan Miskin dengan Adil
Allah memiliki berbagai hikmah dalam pemberian rizki. Ada yang Allah jadikan kaya dengan banyaknya rizki dan harta. Ada pula yang dijadikan miskin. Ada hikmah berharga di balik itu semua. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki.” (QS. An Nahl: 71)
Dalam ayat lain disebutkan,
“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Al Isro’: 30)
Dalam ayat kedua di atas, di akhir ayat Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya”. Ibnu Katsir menjelaskan maksud penggalan ayat terakhir tersebut, “Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Melihat manakah di antara hamba-Nya yang pantas kaya dan pantas miskin.” Sebelumnya beliau rahimahullah berkata, “Allah menjadikan kaya dan miskin bagi siapa saja yang Allah kehendaki. Di balik itu semua ada hikmah.”[3]
Di tempat lain, Ibnu Katsir menerangkan firman Allah,
“Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27) Beliau rahimahullah lantas menjelaskan,“Seandainya Allah memberi hamba tersebut rizki lebih dari yang mereka butuh , tentu mereka akan melampaui batas, berlaku kurang ajar satu dan lainnya, serta akan bertingkah sombong.”
Selanjutnya Ibnu Katsir menjelaskan lagi, “Akan tetapi Allah memberi rizki pada mereka sesuai dengan pilihan-Nya dan Allah selalu melihat manakah yang maslahat untuk mereka. Allah tentu yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk mereka. Allah-lah yang memberikan kekayaan bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya. Dan Allah-lah yang memberikan kefakiran bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya.”[4]
Dalam sebuah hadits disebutkan,
“Sesungguhnya di antara hamba-Ku, keimanan barulah menjadi baik jika Allah memberikan kekayaan padanya. Seandainya Allah membuat ia miskin, tentu ia akan kufur. Dan di antara hamba-Ku, keimanan barulah baik jika Allah memberikan kemiskinan padanya. Seandainya Allah membuat ia kaya, tentu ia akan kufur”.[5] Hadits ini dinilai dho’if(lemah), namun maknanya adalah shahih karena memiliki dasarshahih dari surat Asy Syuraa ayat 27.
Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
Ketahuilah bahwa kaya dan miskin bukanlah tanda orang itu mulia dan hina. Karena orang kafir saja Allah beri rizki, begitu pula dengan orang yang bermaksiat pun Allah beri rizki. Jadi rizki tidak dibatasi pada orang beriman saja. Itulah lathif-nya Allah (Maha Lembutnya Allah). Sebagaimana dalam ayat disebutkan,
“Allah Maha lembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezki kepada yang di kehendaki-Nya dan Dialah yang Maha kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Asy Syura: 19)
Sifat orang-orang yang tidak beriman adalah menjadikan tolak ukur kaya dan miskin sebagai ukuran mulia ataukah tidak. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan mereka berkata: “Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak- anak (daripada kamu) dan Kami sekali-kali tidak akan diazab. Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya). Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang Tinggi (dalam syurga).” (QS. Saba’: 35-37)
Orang-orang kafir berpikiran bahwa banyaknya harta dan anak adalah tanda cinta Allah pada mereka. Perlu diketahui bahwa jika mereka, yakni orang-orang kafir diberi rizi di dunia, di akherat mereka akan sengsara dan diadzab. Allah subhanahu wa ta’ala telah menyanggah pemikiran rusak orang kafir tadi dalam firman-Nya,
“Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. Al Mu’minun: 56)
Bukanlah banyaknya harta dan anak yang mendekatkan diri pada Allah, namun iman dan amalan sholeh. Sebagaiman dalam surat Saba’ di atas disebutkan,
“Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh.” Penjelasan dalam ayat ini senada dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian” (HR. Muslim no. 2564, dari Abu Hurairah)
Kaya bisa saja sebagai istidroj dari Allah, yaitu hamba yang suka bermaksiat dibuat terus terlena dengan maksiatnya lantas ia dilapangkan rizki. Miskin pun bisa jadi sebagai adzab atau siksaan. Semoga kita bisa merenungkan hal ini.
Ibnu Katsir rahimahullah ketika menerangkan firman Allah,
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: “Tuhanku menghinakanku“. (QS. Al Fajr: 15-16); beliau rahimahullah berkata, “Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala mengingkari orang yang keliru dalam memahami maksud Allah meluaskan rizki. Allah sebenarnya menjadikan hal itu sebagai ujian. Namun dia menyangka dengan luasnya rizki tersebut, itu berarti Allah memuliakannya. Sungguh tidak demikian, sebenarnya itu hanyalah ujian. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
“Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. Al Mu’minun: 55-56)
Sebaliknya, jika Allah menyempitkan rizki, ia merasa bahwa Allah menghinangkannya. Sebenarnya tidaklah sebagaimana yang ia sangka. Tidaklah seperti itu sama sekali. Allah memberi rizki itu bisa jadi pada orang yang Dia cintai atau pada yang tidak Dia cintai. Begitu pula Allah menyempitkan rizki pada pada orang yang Dia cintai atau pun tidak. Sebenarnya yang jadi patokan ketika seseorang dilapangkan dan disempitkan rizki adalah dilihat dari ketaatannya pada Allah dalam dua keadaan tersebut. Jika ia adalah seorang yang berkecukupan, lantas ia bersyukur pada Allah dengan nikmat tersebut, maka inilah yang benar. Begitu pula ketika ia serba kekurangan, ia pun bersabar.”[6]
Sebab Bertambah dan Barokahnya Rizki
Takwa kepada Allah adalah sebab utama rizki menjadi barokah. Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan mengenai Ahli Kitab,
“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Rabbnya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. dan Alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.” (QS. Al Maidah: 66)
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al A’rof: 96)
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath Tholaq: 2-3)
“Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak).” (QS. Al Jin: 16)
“Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7)
Sebab Berkurang dan Hilangnya Barokah Rizki
Kebalikan dari di atas, rizki bisa berkurang dan hilang barokahnya karena maksiat dan dosa. Mungkin saja hartanya banyak, namun hilang barokah atau kebaikannya. Karena rizki dari Allah tentu saja diperoleh dengan ketaatan. Allah Ta’ala berfirman,
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar Rum: 41). Yang dimaksudkan kerusakan di sini—kata sebagian ulama– adalah kekeringan, paceklik, hilangnya barokah (rizki). Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Yang dimaksudkan kerusakan di sini adalah hilangnya barokah (rizki) karena perbuatan hamba. Ini semua supaya mereka kembali pada Allah dengan bertaubat.” Sedangkan yang dimaksud dengan kerusakan di laut adalah sulitnya mendapat buruan di laut. Kerusakan ini semua bisa terjadi karena dosa-dosa manusia.[7]
Yang Penting Berusaha dan Tawakkal
Keimanan yang benar rizki bukan hanya dinanti-nanti. Kita bukan menunggu ketiban rizki dari langit. Tentu saja harus ada usaha dan tawakkal, yaitu bersandar pada Allah. Dari Umar bin Al Khoththob radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.”[8]
Ibnu ‘Allan mengatakan bahwa As Suyuthi mengatakan, “Al Baihaqi mengatakan dalam Syu’abul Iman:
Hadits ini bukanlah dalil untuk duduk-duduk santai, enggan melakukan usaha untuk memperoleh rizki. Bahkan hadits ini merupakan dalil yang memerintahkan untuk mencari rizki karena burung tersebut pergi di pagi hari untuk mencari rizki. Jadi, yang dimaksudkan dengan hadits ini –wallahu a’lam-: Seandainya mereka bertawakkal pada Allah Ta’ala dengan pergi dan melakukan segala aktivitas dalam mengais rizki, kemudian melihat bahwa setiap kebaikan berada di tangan-Nya dan dari sisi-Nya, maka mereka akan memperoleh rizki tersebut sebagaimana burung yang pergi pagi hari dalam keadaan lapar, kemudian kembali dalam keadaan kenyang. Namun ingatlah bahwa mereka tidak hanya bersandar pada kekuatan, tubuh, dan usaha mereka saja, atau bahkan mendustakan yang telah ditakdirkan baginya. Karena ini semua adanya yang menyelisihi tawakkal.”[9]
Rizki yang Paling Mulia
Sebagian kita menyangka bahwa rizki hanyalah berputar pada harta dan makanan. Setiap meminta dalam do’a mungkin saja kita berpikiran seperti itu. Perlu kita ketahui bahwa rizki yang paling besar yang Allah berikan pada hamba-Nya adalah surga (jannah). Inilah yang Allah janjikan pada hamba-hamba-Nya yang sholeh. Surga adalah nikmat dan rizki yang tidak pernah disaksikan oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah tergambarkan dalam benak pikiran. Setiap rizki yang Allah sebutkan bagi hamba-hamba-Nya, maka umumnya yang dimaksudkan adalah surga itu sendiri. Hal ini sebagaimana maksud dari firman Allah Ta’ala,
“Supaya Allah memberi Balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. mereka itu adalah orang-orang yang baginya ampunan dan rezki yang mulia.” (QS. Saba’: 4)
“Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezki yang baik kepadanya.” (QS. Ath Tholaq: 11)[10]
Jika setiap kita memahami hal ini, yang Allah satu-satunya pemberi rizki dan sungguh Allah benar-benar yang terbaik bagi kita, maka tentu saja kita tidak akan menggantungkan hati pada selain Allah untuk melariskan bisnis. Allah Ta’ala sungguh benar-benar Maha Mencukupi. Allah Maha Mengetahui manakah yang terbaik untuk hamba-Nya, sehingga ada yang Dia jadikan kaya dan miskin. Setiap hamba tidak perlu bersusah payah mencari solusi rizki dengan meminta dan menggantungkan hati pada selain-Nya. Tidak perlu lagi bergantung pada jimat dan penglaris. Gantilah dengan banyak memohon dan meminta kemudahan rizki dari Allah. Wallahu waliyyut taufiq. (*)
Finished on Monday, 2nd Dzulhijjah 1431 H (8/11/2010), in KSU, Riyadh, KSA
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Catatan Kaki:
[1] Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, Tahqiq: Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Muassasah Ar Risalah, 1419, 2/48
[2] Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379, 13/395.
[3] Tafsir Al Qur’an Al ‘zhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 8/479
[4]Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/278.
[5]As Silsilah Adh Dho’ifah no. 1774. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if.
[6] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/347.
[7] Tafsir Al Qurthubi (Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an), Mawqi’ Ya’sub (sesuai standar cetakan), 14/40.
[8] HR. Ahmad (1/30), Tirmidzi no. 2344, Ibnu Majah no. 4164, dan Ibnu Hibban no. 402. Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no.310 mengatakan bahwa hadits ini shahih. Syaikh Muqbil Al Wadi’i dalam Shohih Al Musnad no. 994 mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[9] Dalilul Falihin, Ibnu ‘Alan Asy Syafi’i, Asy Syamilah, 1/335.
[10] Bahasan dalam tulisan ini, kami kembangkan dari tulisan di web: http://www.dorar.net/enc/aqadia/1241, dengan judul: Pengaruh iman terhadap nama Allah “Ar Rozzaq”.
Sumber Artikel :
http://muslim.or.id/aqidah/memahami-allah-maha-pemberi-rizki.html
Selengkapnya

02 Agustus 2011

Ini Dia Imam Masjid Washington

Bulan Ramadan adalah bulan penuh berkah dimana doa dikabulkan dan pahala dilipatgandakan. Bahkan Muslim yang biasanya kurang tekun beribadah di bukan ini akan mendatangi masjid untuk meningkatkan ibadahnya. Hal inilah yang mendorong masjid di Washington mencari imam dan hafiz (orang yang hafal Al-Qur'an) untuk bertugas di masjid selama bulan Ramadan.

Imam tersebut adalah Hafiz Hatim Yousef, pria berusia 35 tahun yang sempat mempelajari musik-musik Islam di Dubai. Suaranya yang merdu akan terdengar selama Ramadan tahun ini untuk melafalkan Al-Qur'an dan memimpin salat berjamaah, seperti dilansir dari laman Washington Post pada Senin, 1 Agustus 2011.

Khusus Ramadan tahun ini, salat tarawih yang diimami  Yousef akan berlangsung selama dua jam. Tujuannya, supaya lebih ada penekanan terhadap suara merdu yang  melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an. Menurut Yousef, Al-Qur'an memberi nilai lebih pada suara yang merdu.

"Doa Ramadan biasanya panjang-panjang, jadi rasanya akan lebih indah," kata pria yang merupakan salah satu anggota All Dules Area Muslim Society (ADAMS) di Sterling, dimana tiga ribu orang datang ke tujuh cabang masjid yang dimiliki badan ini setiap malamnya di bulan Ramadan.

"Saya merasa berhasil bila dapat membantu orang-orang jadi lebih tekun salat, terhubung dengan Sang Pencipta, dan selalu memikirkan tentang Al-Qur'an," kata Yousef. Salah satu muridnya yang berusia 14 tahun, terpilih menjadi hafiz yang akan mendampingi Yousef dan membetulkan kesalahan bacaan yang dibuat sang guru.

Washington DC adalah salah satu kota dengan populasi Muslim terbanyak di AS. Meningkatnya jumlah masjid yang berbanding terbalik dengan jumlah Muslim yang menguasai Al-Qur'an mendorong ADAMS untuk lebih getol mencari sumber daya imam.

Seorang pemimpin muslim Washington berkata, yang menjadi kendala pencarian imam  adalah pengetatan visa terhadap umat Islam sejak peristiwa 11 September. Sebagian besar imam berasal dari kaum muslim tua yang kembali setelah berkarir, sebagian lagi adalah generasi muda kelahiran AS.

Sumber : vivanews.com
Selengkapnya

Hakikat Puasa Ramadhan

Alhamdulillah tahun 1432 H ini kita masih bisa dipertemukan dengan bulan Ramadhan dalam keadaan sehat, sehingga kita masih bisa menunaikan salah satu rukun islam yaitu Puasa.
Puasa tidak hanya menahan lapar dan haus, tapi lebih dari itu kita harus bisa menahan diri dari segala yang membatalkan puasa dan juga menjauhkan diri dari yang membatalkan puasa. Jadi ada 2 hal yang bisa membatalkan puasa kita yaitu:
1.Yang membatalkan Puasa
2. Yang membatalkan Pahala Puasa
Keduanya harus kita jaga, terlebih lagi kita juga harus berusaha menjauhkan diri dari hal-hal yang bisa mengurangi pahala puasa kita.
Salah satu hal yang sering kita anggap sepele adalah Ghibah, Ghibah yaitu mempergunjing orang lain atau membicarakan aib orang lain, sehingga jika orang lain tersebut mendengar apa yang kita bicarakan tadi, maka orang tersebut akan sakit hati, kecewa, marah ataupun benci terhadap kita.
Rasulullah saw. bersabda: apakah kalian tahu apa yang dimaksud dengan ghibah? Para sahabat menjawab: "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui" beliau bersabda: "Engkau menyebutkan sesuatu kejelekan yang ada pada saudaramu" para sahabat berkata:" wahai rasulullah bagaimana jika apa yang dibicarakan tersebut ada padanya? maka rasulullah saw. bersabda: "Apabila apa yang ada padanya sesuai dengan apa yang engkau bicarakan maka engkau telah menggibahnya. Sedangkan apabila apa yang ada padanya tidak sesuai dengan apa yang engkau katakan maka engkau telah berdusta atasnya.” (H.R. Muslim/2589, Abu Daud 4874, Tirmidzi 1935)
Makna Ghibah
1. Secara bahasa, merupakan musytaq dari al-ghib, artinya lawan dari nampak, yaitu segala sesuatu yang tidak diketahui bagi manusia baik yang bersumber dari hati atau bukan dari hati. Maka ghibah menurut bahasa ialah membicarakan orang lain tanpa sepengetahuannya baik isi pembicaraan itu disenanginya ataupun tidak disenanginya, kebaikan maupun keburukan.
2. Secara definisi ghibah adalah seorang muslim membicarakan saudaranya sesama muslim tanpa sepengetahuannya tentang hal-hal keburukannya dan yang tidak disukainya, baik dengan tulisan maupun lisan, terang-terangan maupun sindiran.
Menurut Ibnu Mas’ud r.a. definisi ghibah adalah
”Ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang kau ketahui pada saudaramu, dan jika engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dirinya berarti itu adalah kedustaan.”

Bentuk Dan Jenis Ghibah
Beberapa bentuk dan jenis ghibah, di antaranya:
1. Aib dalam agama. Seperti kata-kata pada sesama muslim: Dia itu fasiq, atau fajir (suka berbuat dosa), pengkhianat, zhalim, melalaikan shalat, meremehkan terhadap najis, tidak bersih kalau bersuci, tidak memberikan zakat pada yang semestinya, suka meng-ghibah, dan sebagainya.
2. Aib fisik. Seperti kata-katamu pada sesama muslim: Dia itu buta, tuli, bisu, lidahnya pelat/cadel, pendek, jangkung, hitam, gendut, ceking, dan sebagainya.
3. Aib duniawi: Seperti kata-katamu pada sesama muslim: Dia itu kurang ajar, suka meremehkan orang lain, tukang makan, tukang tidur, banyak omong, sering tidur bukan pada waktunya, duduk bukan pada tempatnya, dan sebagainya.
4. Aib keluarganya. Seperti kata-katamu pada sesama muslim: Dia itu bapaknya fasik, Cina, tukang batu, dan lain-lain.
5. Aib karakter. Seperti kata-katamu pada sesama muslim: Dia itu buruk akhlaqnya, sombong, pendiam, terburu-buru, lemah, lemah hatinya, sembrono, dan lain-lain.
6. Aib pakaian. Kedodoran bajunya, kepanjangan, ketat, melewati mata kaki, kucel/dekil, dan sebagainya.
7. Ghibah di kalangan ulama. Seperti kata-katamu pada sesama muslim: Bagaimana sih kabarnya? (dengan maksud meremehkan), semoga Allah memperbaikinya, semoga Allah mengampuninya, kita memohon ‘afiah dari Allah, semoga Allah memaafkan kita karena kurang rasa malu, dan sebagainya semua kata dan doa yang maksudnya mengecilkan kedudukan orang lain.
8. Prasangka buruk tanpa alasan. Prasangka buruk merupakan ghibah hati.
9. Mendengar ghibah. Tanpa mengingkari/menegur, dan tidak meninggalkan majelis tersebut.

Hukum Ghibah
”Dan janganlah sebagian kalian mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati, pasti kalian membencinya. Maka bertakwalah kalian kepada Allah, sungguh Allah Maha Menerima Taubat dan Maha Pengasih.”

Ghibah yang Diperbolehkan
Menurut Imam An-Nawawi dalam Al-Adzkar hal-hal yang dibolehkan ghibah itu ada enam;
Pertama : Pengaduan, maka dibolehkan bagi orang yang teraniaya mengadu kepada sultan (penguasa) atau hakim dan yang selainnya yang memiliki kekuasaan dan kemampuan untuk mengadili orang yang menganiaya dirinya. Maka dia (boleh) berkata : “Si fulan telah menganiaya saya demikian-demikian”.
Kedua : Minta bantuan untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan pelaku kemaksiatan kepada kebenaran. Maka dia (boleh) berkata kepada orang yang diharapkan kemampuannya bisa menghilangkan kemungkaran: “Si fulan telah berbuat demikian, maka hentikanlah dia dari perbuatannya itu” dan yang selainnya.
Ketiga : Meminta fatwa : Misalnya dia berkata kepada seorang mufti: “Bapakku telah berbuat dzalim padaku, atau saudaraku, atau suamiku, atau si fulan telah mendzalimiku, apakah dia mendapatkan hukuman ini? dan bagaimanakah jalan keluar dari hal ini, agar hakku bisa aku peroleh dan terhindar dari kedzaliman?” dan yang semisalnya. Tetapi yang yang lebih hati-hati dan lebih baik adalah hendaknya dia berkata (kepada si mufti): “Bagaimana pendapatmu tentang seseorang atau seorang suami yang telah melakukan demikian..?” Maka dengan cara ini tujuan bisa diperoleh tanpa harus menyebutkan orang tertentu, namun menyebutkan orang tertentu pun boleh sebagaimana dalam hadits Hindun.
Dari ‘Aisyah berkata: Hindun istri Abu Sofyan berkata kepada Nabi saw. : “Sesungguhnya Abu Sufyan seorang yang kikir dan tidak mempunyai cukup belanja untukku dan untuk anak-anakku, kecuali jika saya ambil di luar pengetahuannya”. Nabi saw. berkata: “Ambillah apa yang cukup untukmu dan untuk anak-anakmu dengan cara yang baik” (jangan terlalu banyak dan jangan terlalu sedikit).”
Keempat : Memperingatkan kaum muslimin dari kejelekan. Hal ini di antaranya:
Apa yang telah dilakukan oleh para Ahlul Hadits dengan jarh wa ta’dil. Mereka berdalil dengan ijma’ akan bolehnya bahkan wajibnya hal ini. Karena para salaf umat ini senantiasa menjarh orang-orang yang berhak mendapatkannya dalam rangka untuk menjaga keutuhan syari’at. Seperti perkataan ahlul hadits: Si fulan pendusta”, “Si fulan lemah hafalannya”, “Si fulan munkarul hafits”, dan lain-lainnya.
Contoh yang lain yaitu mengghibahi seseorang ketika musyawarah untuk mencari nasihat. Dan tidak mengapa dengan menta’yin (menyebutkan dengan jelas) orang yang dighibahi tersebut. Dalilnya sebagaimana hadits Fatimah.
Fatimah binti Qois berkata: Saya datang kepada Nabi saw. dan berkata: “Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah meminang saya. Maka Nabi saw. berkata: “Adapun Mu’awiyah maka ia seorang miskin adapun Abul Jahm maka ia tidak pernah melepaskan tongkatnya dari bahunya.” (Bukhori dan Muslim). Dan dalam riwayat yang lain di Muslim (no 1480): “Adapun Abul Jahm maka ia tukang pukul para wanita (istri-istrinya).”
Kelima : Ghibah dibolehkan kepada seseorang yang terang-terangan menampakkan kefasikannya atau kebid’ahannya. Seperti orang yang terang-terangan meminum khamr, mengambil harta manusia dengan dzalim, dan lain sebagainya. Namun diharamkan menyebutkan aib-aibnya yang lain yang tidak ia nampakkan, kecuali ada sebab lain yang membolehkannya.
Keenam : Untuk pengenalan. Jika seseorang terkenal dengan suatu laqob (gelar) seperti Al-A’masy (si rabun) atau Al-A’aroj (si pincang) atau Al-A’ma (si buta) dan yang selainnya maka boleh untuk disebutkan. Dan diharamkan menyebutkannya dalam rangka untuk merendahkan. Adapun jika ada cara lain untuk untuk mengenali mereka (tanpa harus menyebutkan cacat mereka) maka cara tersebut lebih baik.

Marilah kita menjauhkan diri dari salah satu hal yang bisa merusak puasa kita.
Mudah-mudahan kita bisa menjalankan ibadah puasa tahun ini dengan penuh kekhusyu'an. Amien ya Robbal alamin.

Dari Berbagai sumber.
Selengkapnya

29 Juli 2011

Waktu Dan Tatacara Pembayaran Fidyah Puasa


Para ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah sepakat bahwa fidyah dalam puasa dikenai pada orang yang tidak mampu menunaikan qodho’ puasa. Hal ini berlaku pada orang yang sudah tua renta yang tidak mampu lagi berpuasa, serta orang sakit dan sakitnya tidak kunjung sembuh. Pensyariatan fidyah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala, وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin” (QS. Al Baqarah: 184).[1]
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma mengatakan,
هُوَ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْمَرْأَةُ الْكَبِيرَةُ لاَ يَسْتَطِيعَانِ أَنْ يَصُومَا ، فَلْيُطْعِمَانِ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا
“(Yang dimaksud dalam ayat tersebut) adalah untuk orang yang sudah sangat tua dan nenek tua, yang tidak mampu menjalankannya, maka hendaklah mereka memberi makan setiap hari kepada orang miskin”.[2]
Jenis dan Kadar Fidyah
Ulama Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa kadar fidyah adalah 1 mud bagi setiap hari tidak berpuasa. Ini juga yang dipilih oleh Thowus, Sa’id bin Jubair, Ats Tsauri dan Al Auza’i. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa kadar fidyah yang wajib adalah dengan 1 sho’ kurma, atau 1 sho’ sya’ir (gandum) atau ½ sho’ hinthoh (biji gandum). Ini dikeluarkan masing-masing untuk satu hari puasa yang ditinggalkan dan nantinya diberi makan untuk orang miskin.[3]
Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa fidyah satu mud bagi setiap hari yang ditinggalkan”.[4]
Beberapa ulama belakangan seperti Syaikh Ibnu Baz[5], Syaikh Sholih Al Fauzan[6] dan Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Fatwa Saudi Arabia)[7] mengatakan bahwa ukuran fidyah adalah setengah sho’ dari makanan pokok di negeri masing-masing (baik dengan kurma, beras dan lainnya). Mereka mendasari ukuran ini berdasarkan pada fatwa beberapa sahabat di antaranya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Ukuran 1 sho’ sama dengan 4 mud. Satu sho’ kira-kira 3 kg. Setengah sho’ kira-kira 1½ kg.
Yang lebih tepat dalam masalah ini adalah dikembalikan pada ‘urf (kebiasaan yang lazim). Maka kita dianggap telah sah membayar fidyah jika telah memberi makan kepada satu orang miskin untuk satu hari yang kita tinggalkan.[8]
Fidyah Tidak Boleh Diganti Uang
Perlu diketahui bahwa tidak boleh fidyah yang diwajibkan bagi orang yang berat berpuasa diganti dengan uang yang senilai dengan makanan karena dalam ayat dengan tegas dikatakan harus dengan makanan. Allah Ta’ala berfirman,
فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
Membayar fidyah dengan memberi makan pada orang miskin.
Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhohullah mengatakan, “Mengeluarkan fidyah tidak bisa digantikan dengan uang sebagaimana yang penanya sebutkan. Fidyah hanya boleh dengan menyerahkan makanan yang menjadi makanan pokok di daerah tersebut. Kadarnya adalah setengah sho’ dari makanan pokok yang ada yang dikeluarkan bagi setiap hari yang ditinggalkan. Setengah sho’ kira-kira 1½ kg. Jadi, tetap harus menyerahkan berupa makanan sebagaimana ukuran yang kami sebut. Sehingga sama sekali tidak boleh dengan uang. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Membayar fidyah dengan memberi makan pada orang miskin.” Dalam ayat ini sangat jelas memerintah dengan makanan.”[9]
Cara Pembayaran Fidyah
Inti pembayaran fidyah adalah mengganti satu hari puasa yang ditinggalkan dengan memberi makan satu orang miskin. Namun, model pembayarannya dapat diterapkan dengan dua cara,
  1. Memasak atau membuat makanan, kemudian mengundang orang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan selama bulan Ramadhan. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh Anas bin Malik ketika beliau sudah menginjak usia senja (dan tidak sanggup berpuasa)[10].
  2. Memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak. Alangkah lebih sempurna lagi jika juga diberikan sesuatu untuk dijadikan lauk.[11]
Pemberian ini dapat dilakukan sekaligus, misalnya membayar fidyah untuk 20 hari disalurkan kepada 20 orang miskin. Atau dapat pula diberikan hanya kepada 1 orang miskin saja sebanyak 20 hari.[12] Al Mawardi mengatakan, “Boleh saja mengeluarkan fidyah pada satu orang miskin sekaligus. Hal ini tidak ada perselisihan di antara para ulama.”[13]
Waktu Pembayaran Fidyah
Seseorang dapat membayar fidyah, pada hari itu juga ketika dia tidak melaksanakan puasa. Atau diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Anas bin Malik ketika beliau telah tua[14].
Yang tidak boleh dilaksanakan adalah pembayaran fidyah yang dilakukan sebelum Ramadhan. Misalnya: Ada orang yang sakit yang tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya, kemudian ketika bulan Sya’ban telah datang, dia sudah lebih dahulu membayar fidyah. Maka yang seperti ini tidak diperbolehkan. Ia harus menunggu sampai bulan Ramadhan benar-benar telah masuk, barulah ia boleh membayarkan fidyah ketika hari itu juga atau bisa ditumpuk di akhir Ramadhan.[15]
Semoga sajian singkat ini bermanfaat.
Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat.


Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
(rumaysho.com)



[1] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/1586.
[2] HR. Bukhari no. 4505.
[3] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/11538.
[4] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/21.
[5] Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 15/203.
[6] Al Muntaqo min Fatawa Syaikh Sholih Al Fauzan, 3/140.  Dinukil dari Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 66886.
[7] Fatawa Al Lajnah  Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ no. 1447, 10/198.
[8] Lihat penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarhul Mumthi’, 2/30-31.
[9] Al Muntaqo min Fatawa Syaikh Sholih Al Fauzan, 3/140.  Dinukil dari Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 66886.
[10] Lihat Irwaul Gholil, 4/21-22 dengan sanad yang shahih.
[11] Lihat penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarhul Mumthi’, 2/22.
[12] Lihat penjelasan dalam Fatawa Al Lajnah  Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ no. 1447, 10/198.
[13] Al Inshof, 5/383.
[14] Lihat Irwaul Gholil, 4/21-22 dengan sanad yang shahih.
[15] Lihat Syarhul Mumthi’, 2/22.


Dikutip Dari : suaramedia.com
Selengkapnya

Penetapan Awal Puasa Ramadhan 2011 1432 H


Penetapan Awal Puasa Ramadhan 2011 1432 H. Bulan Suci Ramadhan sebentar lagi akan segera kita masuki. Berbagai persiapan menjelang bulan puasa ramadhan 2011 1432 Hijriah ini pun sudah dilakukan beberapa kegiatan kegiatan keagamaan. Penetapan Awal Puasa Ramadhan 2011 1432 H. Sebagai awal mulainya Puasa Ramadhan di tahun 2011 ini masih banyak perlu pertimbangan yang matang untuk menentukan tanggal yang pas dan benar benar pasti, dengan hisab (perhitungan),  proses Rukyatul (melihat) Hilal (penampakan bulan sesaat setelah matahari terbenam) untuk menentukannya.
Berikut informasi yang saya kutip dari beberapa situs portal berita online Indonesia:
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur memastikan awal Ramadhan 1432 jatuh pada 1 Agustus 2011 mendatang. Keputusan ini merupakan hasil musyawarah ahli hisab Majelis Tarjih PWM yang digelar di kantor PWM, Jalan Kertomenanggal, Surabaya, Senin 27 Juni 2011.
“Hasil hitung dengan sistem hisab hakiki yang digelar dengan tim dari markas Majelis Tarjih Tanjung Kodok, Lamongan, memutuskan awal Ramadhan tepat pada 1 Agustus 2011,” kata Nadjib Hamid, Sekretaris PWM Jawa Timur, Senin 27 Juni 2011.
Menurut Nadjib, hasil hitung Majelis Tarjih menunjukkan bahwa ijtimak akhir 29 Sya’ban 1432 akan terjadi pada 31 Juli 2011 pukul 01.39.42 WIB sampai pada pukul 01.41.09 WIB.
Pada saat itu, matahari terbenam kemungkinan besar akan terjadi pukul 17.31.51 WIB dengan hilal (penampakan bulan sesaat setelah matahari terbenam) akan terlihat 7 derajat selama 7 menit 36 detik hingga 16 menit. “Dengan tampaknya hilal ini, kesimpulanya pada Senin 1 Agustus 2011 berarti adalah awal Ramadhan,” ujar Nadjib.
Sementara itu, Wakil Katib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, Kiai Abdurrahman Nafis, mengatakan NU hingga saat ini belum berani memutuskan awal Ramadhan.
“Sesuai tradisi, NU tak hanya dengan hisab (perhitungan). kita juga akan lakukan Rukyatul (melihat) Hilal (penampakan bulan sesaat setelah matahari terbenam),” kata Abdurrahman.
Rukyatul Hilal sendiri rencananya akan digelar di beberapa titik, seperti Bukit Condro Dipo, Gresik; Tanjung Kodok, Lamongan; Menara Mesjid Al-Akbar, Surabaya; Pantai Ngeliyep, Malang; Pantai Serang, Blitar.
Rukyatul Hilal akan dilakukan pada 30 Juli atau pada 29 Sya’ban 1432 nanti. “Hasil Rukyatul Hilal ini lantas kita sampaikan ke PBNU untuk dikirim ke Menteri Agama,” ujar Abdurrahman.
PWNU sendiri, tambah dia, dalam hal ini berperan sebagai peng-ikbar(pengabar), sedangkan isbat atau keputusan final akan diambil PBNU yang bekerja-sama dengan Menteri Agama.
tempo
============
Kementerian Agama Kantor Wilayah Sumsel memperkirakan awal Ramadhan pada tahun ini, jatuh pada 1 Agustus 2011. Pasalnya, posisi hilal berada di atas lima persen dan hasil perhitungan ini sesuai hasil hisab Ormas Islam terbesar di Indonesia, yakni Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Kakanwil Kementerian Agama Sumsel Drs H Najib Khaitami MM didampingi Humas Saefuddin Latief, Senin (4/7) mengatakan, tim hisab dan rukyat Kementerian Agama sudah melakukan perhitungan dan posisi hilal berada di atas lima persen sehingga tidak diragukan lagi awal Ramadhan di 1 Agustus 2011.
Namun untuk lebih memastikan lagi atau menyakinkan lagi, Tim Hisab dan Rukyat pada 31 Juli tepat pukul 17.00-18.00 akan melihat langsung posisi hilang (rukyatul hilal) di atas Hotel Aryaduta Palembang.
“Secara nasional, kita akan melihat hilal di akhir Juli. Ini untuk memastikan, dan langkah ini dilakukan kementerian agama di beberapa titik di Indonesia. Jika memang saat itu ada hilal atau tidak akan dibuatkan berita acara dan petugas diambil sumpah,” katanya.
Kalau pun nanti terjadi perbedaan, ungkap Najib Khaitami, maka umat Islam diharapkan dapat mewarnai perbedaan itu dengan saling menghormati karena pendekatan dan metode yang dipakai berbeda-beda.
“Insya’allah, semua akan serentak dalam menetapkan awal Ramadhan. Kalau ada perbedaan, itu rahmah,” katanya.
Terpisah Ketua Tim Badan Hisab dan Rukyat Provinsi Sumsel Drs HM Teguh Sobri MHi, mengatakan hal serupa, karena pada saat 31 Juli posisi hilal sudah berada di atas ufuk dan awal Ramadhan bertepatan 1 Agustus 2011.
Kemungkinan Bareng
Lantas, bagaimana dengan 1 Syawal (Idul Fitri 1432 H)? Menanggapi pertanyaan ini, Teguh Sobri memberikan dua jawaban. Pertama, kemungkinan berbeda terjadi sangat tipis karena pada 29 Ramadhan itu, ketinggian hilang di bawah 2 derajat. Namun kemungkinan Idul Fitri berbarengan karena di 29 Ramadhan posisi hilal sudah hampir mendekati dua derajat.
“Kita harapkan bisa merukyat sehingga ada kepastian. Namun kita juga harapkan ada persamaan pada pelaksanaan Idul Fitri,” katanya.
Ormas Islam
Sebelumnya, secara nasional dua ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah menetapkan perhitungan hisab awal Ramadhan tahun 1432 Hijriyah, serempak jatuh pada tanggal 1 Agustus 2011. Dengan perhitungan hisab itu, Muhammadiyah telah memastikan awal Ramadhan 1 Agustus 2011, sedangkan NU masih menunggu hasil rukyatul hilal (melihat hilal secara langsung).
Sesuai dengan hasil musyawarah Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, menetapkan awal Ramadhan tahun 1432 Hijriyah jatuh pada tanggal 1 Agustus 2011.
Dijelaskannya, ijtima’ akhir 29 Sya’ban terjadi pada 31 Juli pukul 01.39.42 sampai dengan 01.41.09. Saat matahari terbenam pukul 17.31.51, dan posisi hilal sudah wujud di 7 derajat 7 menit 36 detik sampai dengan 7 derajat 16 menit.
======
Sementara Ketua PW NU Sumsel Drs H Amri Siregar MM, yang juga Ketua Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuasin, membenarkan hasil hisab NU juga memperkirakan awal Ramadhan 1 Agustus. Namun itu bukan sebuah keputusan final, karena harus melihal hilal secara langsung pada 27 Sya’ban nanti.
“Hasil perhitungan memang benar awal Ramadhan 1 Agustus. Tetapi, kita harus memperkuatnya dengan melihat hilal secara langsung di 31 Juli sore. Jika kita melihal hilal di atas ufuk, baru kita buat keputusan,” katanya.(sin)
tribun



Sumber : newoes.com
Selengkapnya

Informasi Rukyatul Hilal Ramadhan 1432 H

Pengamatan bulan sabit atau Rukyatul Hilal untuk menentukan masuknya bulan Ramadhan dan Syawal biasa dilakukan oleh para organisasi keislaman dan pemerintah indonesia. Hal ini dilakukan sebagai bahan dasar penetapan tanggal 1 Ramadhan sebagai awal puasa dan 1 Syawal sebagai hari Idul Fitri.
Berikut adalah informasi astronomis dan posisi bulan serta kemungkinan rukyat hilal untuk Ramadhan 1432 H di Indonesia.
  • Ijtimak atau konjungsi bulan (bulan baru): Sabtu, 30 Juli 2011, 18:40 UT (atau Ahad, 31 Juli 2011, 1:40 WIB)
  • Pelaksanaan Rukyat: Ahad, 31 Juli 2011
  • Ketinggian bulan saat matahari terbenam: berkisar antara 4,55 sampai dengan 6,55 derajat.
  • Sudut pemisahan bulan-matahari (elongation): berkisar antara 7,90 sampai dengan 9,80 derajat.
  • Umur bulan: berkisar antara 13,90 sampai dengan 17,30 jam.
  • Bagian bulan yang tersinari (illumination fraction): berkisar antara 0,48% sampai dengan 0,73%.
  • Jeda tenggelam bulan dan matahari: berkisar antara 23 sampai dengan 32 menit.

Peta ketinggian bulan tanggal 31 Juli 2011.

Rukyatul Hilal Peta Ketinggian Bulan 31 Juli 2011 BMKG Informasi Rukyatul Hilal Ramadhan 1432 H
Terlihat bahwa di seluruh dunia, pada tanggal 31 Juli 2011 pada saat matahari terbenam bulan sudah berada di atas ufuk.

Peta kemungkinan terlihatnya bulan sabit (rukyatul hilal)

Peta Kemungkinan Rukyatul Hilal Ramadhan 1432 7 31 2011 Informasi Rukyatul Hilal Ramadhan 1432 H
Peta Kemungkinan Rukyatul Hilal - Ramadhan 1432 7-31-2011. Merah: bulan bisa hanya bisa dilihat dengan teropong. Abu-abu: perlu teropong untuk mencari bulan. Biru: bisa dilihat jika kondisi cerah. Hijau: bisa dilihat dengan mudah. Sumber: moonsighting.com
Terlihat bahwa menurut perhitungan kemungkinan bisa dilihatnya bulan sabit (kriteria Khalid Shaukat) hanya wilayah afrika bagian selatan dan amerika selatan yang akan bisa melihat bulan sabit tanpa bantuan alat optika. Di indonesia sendiri diperkirakan akan sulit untuk melihat bulan sabit ini tanpa bantuan teropong.

Kapan 1 Ramadhan 1432 H dimulai?

Bagi yang menggunakan Hisab (perhitungan saja) dengan kriteria wujudul hilal, maka bulan sudah berada di atas ufuk pada tanggal 31 Juli 2011 saat matahari tenggelam di wilayah indonesia. Jadi ormas seperti Muhammadiyah sudah mengumumkan bahwa 1 Ramadhan 1432 H bertepatan dengan 1 Agustus 2011. Demikian juga bagi yang mengikuti kalender Ummul Qura, Arab Saudi. Bulan sudah berada di atas ufuk saat matahari tenggelam di Mekah pada 31 Juli 2011.
Bagi yang mengikuti kriteria Rukyat lokal, maka untuk wilayah indonesia kita harus menunggu laporan dilihatnya bulan sabit pada petang 31 Juli 2011. Secara teoritis, kemungkinannya kecil untuk bisa dilihat dengan mata telanjang di indonesia.
Bagi yang mengikuti kriteria Rukyat global, maka bisa dipastikan tanggal 31 Juli 2011 bulan sabit akan bisa dilihat dengan mudah di Afrika dan Amerika Selatan. Jadi 1 Ramadhan 1432 H = 1 Agustus 2011.
Demikian informasi ini disampaikan semoga menjadi manfaat bagi kita semua.

Sumber : blog.al-habib.info
Selengkapnya

Siaran Pos No. 52/PIH/KOMINFO/7/2011 tentang Streaming Pengamatan Hilal 1 Ramadhan dan 1 Syawal 1432 H

Hilal merupakan awal masuknya bulan baru pada kalender Hijriah. Banyak kegiatan penting ke-Islam-an mengambil dasar posisi Bulan di langit, seperti Tahun Baru Hijriah, awal shaum Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Dengan demikian dipandang penting untuk menyebarluaskan informasi awal bulan baru yang ditandai oleh tampakan hilal.

Untuk memberikan informasi hilal astronomi secara lebih luas dan terbuka kepada masyarakat, Kementerian Kominfo bekejasama dengan PT Telkom dan Observatorium Bosscha - FMIPA ITB menyediakan layanan tayangan langsung pengamatan hilal astronomi melalui halaman web ini. Pelaksanaan pengamatan hilal tahun ini didukung juga oleh Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kementerian Agama, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Karim, Rukyatul Hilal Indonesia, Universitas Mataram, Universitas Hasanuddin, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Lampung dan LAPAN. Melalui tayangan langsung ini diharapkan agar masyarakat luas berkesempatan untuk dapat ikut menyaksikan hilal dan memahami fenomena alam yang terkait.

Tayang langsung ini tidak dimaksudkan untuk menjamin bahwa hilal dapat dilihat. Demikian halnya, tidak digunakan untuk menilai apakah peralatan pendukung memiliki kemampuan atau tidak untuk untuk melihat hilal yang rendah ketinggiannya dari ufuk. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penampakan hilal. Salah satunya adalah keadaan cuaca pada arah pandang ke Bulan / hilal. Kondisi cuaca berperan penting pada kualitas hasil penampakan hilal. Proses tayang langsung ini dilakukan dengan sebenarnya seperti apa yang tampak di langit. Hal ini mutlak dilakukan guna menjamin tersampaikannya informasi hilal secara utuh kepada masyarakat.

Informasi hilal astronomi yang disampaikan ini kiranya dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan yang diperlukan bagi pengambilan keputusan oleh badan / institusi yang berwenang secara kenegaraan. Hal ini sangat penting karena menyangkut hajat ummat Islam baik secara nasional maupun regional. Adapun situs terkait dalam pengamatan hilal ini adalah: http://hilal.kominfo.go.id, http://bosscha.itb.ac.id/hilal, http://bmkg.go.id http://rukyatulhilal.org.

Dalam pengamatan hilal yang berupa Relay Video Streaming Hilal Ramadhan dan Syawal dari Website Kementerian Kominfo yang diterima dari beberapa titik lokasi pengamatan di Indonesia, yaitu:
  1. Lhoknga – Aceh.
  2. Medan – Sumatera Utara.
  3. Pekanbaru – Riau.
  4. Dermaga TPI Kalianda – Lampung.
  5. Obs. Bosscha Bandung – Jawa Barat.
  6. SPD Lapan Pameungpeuk – Jawa Barat.
  7. Pelabuhan Ratu Sukabumi – Jawa Barat.
  8. Yogyakarta – DIY.
  9. Bangkalan Madura – Jawa Timur.
  10. Denpasar – Bali.
  11. Mataram – NTB.
  12. Kupang – NTT.
  13. SPD Lapan Pontianak – Kalimantan Barat.
  14. Makassar – Sulawesi Selatan.
  15. SPD Lapan Biak – Papua.

---------------
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo (Gatot S. Dewa Broto; HP: 0811898504; Email: gatot_b@postel.go.id ; Tel/Fax: 021.3504024). 


Sumber : kominfo.go.id
Selengkapnya

13 Juli 2011

Manfaat Kurma



kurmaBerikut ini akan kami paparkan sebagian dari manfaat dan khasiat kurma ditinjau dari sudut pandang medis modern yang sekaligus menguatkan khabar Al-Qur’an Al-Karim dan As-Sunnah Ash-Shahihah tentang khasiat dan keutamaan kurma.
[1]. Tamr (kurma kering) berfungsi untuk menguatkan sel-sel usus dan dapat membantu melancarkan saluran kencing karena mengandung serabut-serabut yang bertugas mengontrol laju gerak usus dan menguatkan rahim terutama ketika melahirkan.
Penelitian yang terbaru menyatakan bahwa buah ruthab (kurma basah) mempunyai pengaruh mengontrol laju gerak rahim dan menambah masa systolenya (kontraksi jantung ketika darah dipompa ke pembuluh nadi). Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Maryam binti Imran untuk memakan buah kurma ketika akan melahirkan, dikarenakan buah kurma mengenyangkan juga membuat gerakan kontraksi rahim bertambah teratur, sehingga Maryam dengan mudah melahirkan anaknya.(a)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu kearahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu, maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, ‘Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Rabb Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini” [Maryam : 25-26]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah membawakan perkataan ‘Amr bin Maimun di dalam tafsirnya : “Tidak ada sesuatu yang lebih baik bagi perempuan nifas kecuali kurma kering dan kurma basah” (b)
Dokter Muhammad An-Nasimi dalam kitabnya, Ath-Thibb An-Nabawy wal Ilmil Hadits (II/293-294) mengatakan, “Hikmah dari ayat yang mulia ini secara kedokteran adalah, perempuan hamil yang akan melahirkan itu sangat membutuhkan minuman dan makanan yang kaya akan unsur gula, hal ini karena banyaknya kontraksi otot-otot rahim ketika akan mengeluarkan bayi, terlebih lagi apabila hal itu membutuhkan waktu yang lama. Kandungan gula dan vitamin B1 sangat membantu untuk mengontrol laju gerak rahim dan menambah masa sistolenya (kontraksi jantung ketika darah dippompa ke pembuluh nadi). Dan kedua unsur itu banyak terkandung dalam ruthab (kurma basah). Kandungan gula dalam ruthab sangat mudah untuk dicerna dengan cepat oleh tubuh” (c)
Buah kurma matang sangat kaya dengan unsur Kalsium dan besi. Oleh karena itu, sangat dianjurkan bagi perempuan yang sedang hamil dan yang akan melahirkan, bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada Maryam Al-Adzra (perawan) untuk memakannya ketika sedang nifas (setelah melahirkan). Kadar besi dan Kalsium yang dikandung buah kurma matang sangat mencukupi dan penting sekali dalam proses pembentukan air susu ibu. Kadar zat besi dan Kalsium yang dikandung buah kurma dapat menggantikan tenaga ibu yang terkuras saat melahirkan atau menyusui. Zat besi dan Kalsium merpuakan dua unsur efektif dan penting bagi pertumbuhan bayi. Alasannya , dua unsur ini merupakan unsur yang paling berpengaruh dalam pembentukan darah dan tulang sumsum.
[2]. Ruthab (kurma basah) mencegah terjadi pendarahan bagi perempuan-perempuan ketika melahirkan dan mempercepat proses pengembalian posisi rahim seperti sedia kala sebelum waktu hamil yang berikutnya (d).
Hal ini karena dalam kurma segar terkandung hormon yang menyerupai hormon oxytocine yang dapat membantu proses kalahiran.
Hormon oxytocine adalah hormon yang salah satu fungsinya membantu ketika wanita atau pun hewan betina melahirkan dan menyusui.
[3]. Memudahkan persalinan dan membantu keselamatan sang ibu dan bayinya. (e)
[4]. Buah kurma, baik tamr maupun ruthab dapat menenangkan sel-sel saraf melalui pengaruhnya terhadap kelenjar gondok. Oleh karena itu, para dokter menganjurkan untuk memberikan beberapa buah kurma di pagi hari kepada anak-anak dan orang yang lanjut usia, agar kondisi kejiwaannya lebih baik.
[5]. Buah kurma yang direbus dapat memperlancar saluran kencing.
[6]. Buah kurma Ajwah dapat digunakan sebagai alat ruqyah dan mencegah dari ganguan jin.
[7]. Kurma sangat dianjurkan sebagai hidangan untuk berbuka puasa. Ada hal yang sudah ditetapkan dalam bidang kedokteran bahwa gula dan air merupakan zat yang pertama kali dibutuhkan orang berpuasa setelah melalui masa menahan makan dan minum. Berkurangnya glukosa (zat gula) pada tubuh dapat mengakibatkan penyempitan dada dan gangguan pada tulang-tulang. Dilain pihak, berkurangnya air dapat melemahkan dan mengurangi daya tahan tubuh. Hal ini berbeda dengan orang berpuasa yang langsung mengisi perutnya dengan makanan dan minuman ketika berbuka. Padahal ia membutuhkan tiga jam atau lebih agar pencernaannya dapat menyerap zat gula tersebut. Oleh karena itu, orang yang menyantap makanan dan minuman ketika berbuka puasa tetap dapat merasakan fenomena kelemahan dan gangguan-ganguan jasmani akibat kekurang zat gula dan air.
[8]. Buah kurma dapat mencegah stroke
[9]. Buah kurma kaya dengan zat garam mineral yang menetralisasi asam, seperti Kalsium dan Potasium. Buah kurma adalah makanan terbaik untuk menetralisasi zat asam yang ada pada perut karena meninggalkan sisa yang mampu menetralisasi asam setelah dikunyah dan dicerna yang timbul akibat mengkonsumsi protein seperti ikan dan telur.
[10]. Buah kurma mengandung vitamin A yang baik dimana ia dapat memelihara kelembaban dan kejelian mata, menguatkan penglihatan, pertumbuhan tulang, metabolisme lemak, kekebalan terhadap infeksi, kesehatan kulit serta menenangkan sel-sel saraf.
[11] Kurma adalah buah, makanan, obat, minuman sekaligus gula-gula. (f)
[Disalin dengan sedikit penyesuaian dari buku Kupas Tuntas Khasiat Kurma Berdasarkan Al-Qur’an Al-Karim, As-Sunnah Ash-Shahihah dan Tinjauan Medis Modern, Penulis Zaki Rahmawan, Pengantar Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Media Tarbiyah – Bogor, Cetakan Pertama, Dzul Hijjah 1426H]
__________
Foote Note
(a). Perkataan Dokter Muhammad Kamal Abdul Aziz dalam kitabnya Al-Ath’imah Al-Qur’aniyyah. Dicantumkan oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaly dalam Shahih Ath-Thibb An-Nabawy fi Dhau’il Ma’arif Ath-Thabiyyah wal Ilmiyyah Al-Haditsah (hal. 399), cet. Maktabah Al-Furqaan, th. 1424H
(b). Tafsir Ibni Katsir (V/168), Tahqiq : Hani Al-Haj, cet. Al-Maktabah At-Tauqifiyah, Mesir.
(c). Dinukil oleh Syaikh Salim bin Id Al-Hilaly dalam Shahih Ath-Thibb An-Nabawy fi Dhau’il Ma’arif Ath-Thabiyyah wal Ilmiyyah Al-Haditsah (hal. 399), cet. Maktabah Al-Furqaan, th. 1424H
(d). Catatan kaki yang terdapat dalam Shahih Ath-Thibb An-Nabawy fi Dhau’il Ma’arif Ath-Thabiyyah wal Ilmiyyah Al-Haditsah (hal. 399), cet. Maktabah Al-Furqaan, th. 1424H
(e). Catatan kaki yang tedapat dalam Shahih Ath-Thibb An-Nabawy fi Dhau’il Ma’arif Ath-Thabiyyah wal Ilmiyyah Al-Haditsah (hal. 399), cet. Maktabah Al-Furqaan, th. 1424H
(f). Ath-Thibb An-Nabawy (hal. 292) oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, cet. Maktabah Nizaar Musthafa Al-Baaz, th. 1418H.
(sumber: http://www.almanhaj.or.id/content/2228/slash/0)
Selengkapnya